- Hikaru {Aka} Yuuki のブログ - http://www.hikaruyuuki.com -

Mahasiswa atau Preman Sih? Demo Kenaikan BBM Kok Urakan dan Anarkis

Fenomena ini biasanya muncul kalau ada kenaikan harga oleh pemerintah, entah itu BBM atau listrik. Demo mahasiswa yang sayangnya terkesan urakan dan anarkis. Perusakan pagar (bisa dibuat proyek baru nih untuk menghabiskan anggaran), penyanderaan mobil tangki BBM, pembakaran ban di tengah jalan, pemblokiran jalan, dll. Saya sendiri bingung ini mahasiswa sungguhan atau preman berkedok mahasiswa? Kok yang demo rambutnya gondrong-gondrong, bermuka sangar, dan banyaklah kelakuan anehnya. Mahasiswa seharusnya mengedepankan sisi akademisi, dari cara berpikir tidak hanya omong doang, tong kosong nyaring bunyinya. Ngapain susah-susah kuliah kalau pemikirannya masih sempit? Contohnya sekarang, harga BBM naik karena krisis global, di Amerika yang merupakan negeri maju saja harga BBM juga naik. Di Jepang pun harga bensin premium naik 3.40 yen menjadi 163.40 yen per liter. Padahal harga BBM di Indonesia terhitung lebih murah dibandingkan di luar negeri.

Kenapa harga BBM harus naik? Alasannya dari koreatimes.com:

  1. surging demand in newly emerging industrial powers like China and India;
  2. Japan’s shift from nuclear to oil for power generation following the tsunami;
  3. unrest in oil producers Sudan and Yemen;
  4. Libya still recovering from its civil war;
  5. uncertainty about Iran;
  6. the expectation that the North Sea fields are beginning to wind down; and, finally,
  7. the inexorable workings of the law of supply and demand.

Saya bukan seorang pakar ekonomi, saya tidak tahu hitung-hitungan benar secara ekonomi, masalah harga BBM mahal atau murah mungkin bisa dihitung dengan Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity), salah satu teori yang katanya kontroversial. CMIIW. Teori ini mengatakan bahwa nilai tukar antara dua mata uang dari dua negara akan mencerminkan paritas daya beli dari masing-masing mata uang tsb. di dua negara ybs. PPP menghitung berapa banyak uang yang dibutuhkan untuk membeli barang dan jasa yang sama di dua negara yang berbeda dan menggunakannya untuk menghitung kurs tukar implisit (Wikipedia,  definisi Purchasing power parity [1]),

Intinya, gaji seseorang di AS $60.000 per tahun atau misalkan Rp 552 juta per tahun (bila dihitung dengan kurs Rp 9.200,00 per dollar) maka tidak berarti dia akan kaya walau gajinya setengah milyar karena biaya hidup (living cost) juga mahal di sana. Berbeda dengan di Indonesia yang biaya hidup lebih murah. Jangan hanya hitung pendapatan dalam dollar kemudian dikalikan dengan kurs dalam rupiah, hitung juga biaya hidupnya.

Dikutip dari blog ini [2]:

Di dalam majalah AW edisi 2 Maret, 2001, Indonesia dihitung mempunyai penghasilan per capita dalam nilai nominal U$ 617 dan GDP dalam nilai PPP U$2,685. Artinya apa ? Artinya, karena harga barang-barang dan biaya hidup di Indonesia relatif jauh lebih murah daripada AS, maka daya beli U$617 di Indonesia sama dengan daya belinya uang sebanyak U$2,685 di AS. Atau dengan perkataan lain rakyat Indonesia yang pendapatan per capita-nya U$617 tingkat kemakmurannya sepadan dengan rakyat Amerika yang penghasilannya U$2,685.

Kalau dihitung dengan paritas daya beli tadi, dengan perhitungan kasar maka:

Dari Wikipedia,  GDP (nominal) per capita Indonesia 3.469, GDP (PPP) Indonesia 4.668, artinya daya beli kita di Indonesia seharga 3469 bisa membeli seharga 4668 bila di Amerika. Misalkan harga bensin bersubsidi per liter (Indonesia), Rp 4500,00. Sedangkan di Amerika $3.81 per gallon (1 gallon = 3.785411784 liter), artinya per liter $1.0065 = Rp 9.259,8 (kurs Rp 9200 per dollar).

Faktor pengali 4.668/3.469 = 1.346, kalau daya beli di Indonesia dihitung sama dengan di Amerika maka 1 liter bensin di Amerika Rp 4500*1.34 = Rp 6030. Tapi, kenyatannya di Amerika dijual Rp. 9200 yang secara kasar lebih mahal 1/3 dibandingkan daya beli di Indonesia.  Semua ini dari pemikiran saya yang bukan seorang pakar ekonomi yang mencoba menganalisis dari segi daya beli.

Apabila hal ini benar, maka tidak heran kalau kendaraan bermotor di luar negeri mungkin tidak sebanyak di Indonesia. Di Indonesia sampai macet dimana-mana, karena banyak orang memilih naik kendaraan bermotor pribadi dengan bahan bakar murah dibandingkan naik kendaraan umum seperti di Jepang yang kebanyakan orang kemana-mana jalan kaki dan naik kereta api.

Kembali ke kelakuan mahasiswa, hal yang seharusnya perlu dilakukan oleh mahasiswa bukannya demo! Tapi belajar berpikir bagaimana menyelesaikan masalah bukan berkoar-koar minta diselesaikan masalah tersebut. Nah, ini sudah ada yang berusaha menyelesaikan tapi malah disalahkan. Kalau mau membantu menyelesaikan masalah harus dari sendiri, hard skill (kognitif, IPK) dan soft skill (etika, perbuatan, perkataan, dll) harusnya baik dulu. Seharusnya apabila memang mau membantu menyelesaikan masalah yang harus dilakukan:

  1. Jangan ikutan menghabiskan BBM bersubsidi!
    1 mahasiswa 1 motor dengan mobilitas cukup tinggi pasti akan menghabiskan banyak sekali BBM bersubsidi, padahal katanya untuk rakyat kecil. Yang saya lihat, sekarang mahasiswa sudah punya motor, punya laptop, punya hape canggih, masa pakai BBM bersubsidi? Jaman saya kuliah (8 tahun lalu) yang punya laptop dan hape canggih jarang, apalagi punya motor pun jarang. Artinya kalau sekarang banyak yang punya barang-barang mahal, harusnya jangan pakai BBM bersubsidi dong! Kalau tidak mau beli, jangan pakai sepeda motor! Orang Jepang saja kemana-mana jalan kaki dan naik kereta api karena banyak yang tidak punya kendaraan pribadi. Saya sendiri karena sudah bekerja dan menganggap saya bukan rakyat kecil, saya membeli Pertamax dan tidak lagi membeli BBM bersubsidi sejak beberapa tahun ini.
  2. Mengawal BBM bersubsidi untuk rakyat kecil.
    Kalau memang mau membantu, bantulah JANGAN hanya OMONG DOANG. Kalau mau turun ke jalanan, pergilah ke SPBU, pantau kalau sampai ada mobil mewah yang mau membeli BBM bersubsidi, usir segera, suruh beli BBM non subsidi.
  3. Mengawal BLT untuk rakyat kecil.
    Ini juga, kalau mau turun ke jalanan, pantau juga siapa penerima bantuan subsidi, jangan-jangan yang menerima bantuan malah keluarga (dan keluarga saudaranya) dari oknum-oknum yang seharusnya tidak menerima.
  4. Bantu mencari solusi bahan bakar alternatif.
    Jangan hanya menghabiskan bahan bakar, tapi cari juga alternatifnya. Daripada menghabiskan BBM, ganti dengan bahan bakar pecel, alias jalan kaki biar sehat sekalian.
  5. Buat inovasi dan dukung transportasi umum.
    1 kendaraan  transportasi umum dengan penumpang 20 orang menghabiskan lebih sedikit BBM dibandingkan 20 kendaraan bermotor.
  6. Kurangi jumlah kendaran bermotor bukan kurangi harga BBM.
    Sekalian biar tidak macet, tidak menghabiskan BBM, tidak banyak polusi, tidak bikin panas di negara panas ini, memberikan hak pada pejalan kaki, dan menyelesaikan banyak masalah lainnya.