Akhir-akhir ini banyak sekali terjadi kekecewaan, kekesalan, kemarahan, yang dilampiaskan dengan berbagai cara. Fenomena yang terjadi di dunia fana hingga dunia maya. Membawa kerbau dan kambing, membakar foto dan menginjak-injaknya, memaki-maki, update status berisi makian, kemarahan, kebodohan diri sendiri di jejaring sosial semisal Facebook, Twitter, Plurk, dan sebagainya. Banyak orang akhirnya yang bisa melihat, membaca, dan merasakannya. Banyak pula reaksi yang diberikan. Empati kepada orang yang membutuhkan dan dilanda kemalangan, emosi kepada orang-orang yang anarkis dan kurangnya kesadaran, tertawaan kepada kebodohan seseorang, saling hujat dan maki atas penghinaan yang terjadi, dan berbagai macam reaksi lainnya dari yang terbaik hingga terburuk.
Hakikat manusia, untuk saling membantu, menolong, menghargai, dan menghormati tidak lagi dianggap hal yang sakral tapi gengsi, malas, dan malu. Banyak hal di sekeliling kita terjadi, anak muda tidak lagi menghormati orang yang lebih tua, seorang insan tidak lagi menghargai yang lain, orang yang membutuhkan tidak lagi dibantu dan ditolong, kanibalisme dan egoisme menyeruak di mana-mana.
Lihat saja, para pendemo, dengan garangnya, membakar foto kemudian menginjak-injak, memaki-maki, meneriakkan hujatan, simbolisme dengan binatang, semuanya dilakukan dengan tanpa bersalah dan mengganggap apa yang dilakukannya benar. Banggakah kalian? Apakah mereka, kita sendiri sudah sukses membawa hidup dan keluarga kita sendiri dan dengan mudahnya menghakimi orang lain?
Jika foto diri atau orang tua kita diinjak-injak, kita dan orang tua kita dimaki-maki, dihujat, disimbolkan dengan binatang, kita akan menerimanya? Apakah itu semua pantas dilakukan oleh manusia (yang beradab)? Pernahkah merenungkannya? Bagaiman bila kita melihat dari sisi lain, bukan kalian yang menghujat tapi pihak yang dihujat? Jikalau kalian menganggap diri kalian cerdas, berakal, dan memeluk suatu agama, apakah semua anarkisme, hujatan dan makian, akal dan agama kaliankah yang memerintahkannya??
Tuangan pikiran yang berupa tulisan tidak lagi kita pikirkan efeknya untuk orang lain. Tulisan-tulisan yang terkadang tidak diinginkan kita untuk membacanya, walaupun bukan kita yang sebagai objeknya. Kita menuangkan semau kita, menulis seenak kita. Yang satu menimpali dan ikut memaki, dan yang dimaki balik menyerang, yang diberi kesabaran hanya mengelus dada.
Untuk apa kita membaca hal yang buruk? Untuk apa kita menimpali sesuatu yang buruk? Bila semua itu tidak kita inginkan dan hanya menjadi lebih buruk saja.
Semoga saja, kita menjadi orang-orang yang lebih sadar diri, pandai-pandai membawa diri, memberi kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain. Sanggup membawa kebaikan berupa tulisan, perkataan, dan perbuatan dan hal yang baik-baik. Melampiaskan hal yang buruk dengan cara yang baik, selalu berdoa dan berdzikir, di dalam hati tanpa mengganggu yang lain. Amiin…